Sabtu, 21 Desember 2013

Soeharto, Bapak Pembangunan Indonesia



Jenderal Soeharto, Siapa yang tidak kenal dengan tokoh yang satu ini? Beliau adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Lahir di Kemusuk, Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.
Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun,Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani. Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Pada masa pemerintahannya, banyak sekali keberhasilan yang diraih oleh Indonesia salah satunya adalah Indonesia menjadi negara yang berswasembada beras, Indonesia menjadi Macan Asia dan lain sebagainya. Setelah MPRS mengangkatnya jadi presiden (1967), Pak Harto segera menghimpun para ahli dariberbagai bidang sertamemerintahkan Bappenas untukmenyusun Garis-Garis Besar Haluan Negarayang menjadi landasan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).Repelita itu kemudian dijabarkan setiap tahun dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ABPN). Pak Harto menggerakkan pembangunan dengan strategi Trilogi Pembangunan yakni stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan.
Ada lima kebijakan yang dianggap manjur dalam upaya pemulihan ekonomi kala itu. Pertama, pengendalian inflasi melalui kebijakan anggaran berimbang, dan kebijakan moneter ketat. Kedua, pencukupan kebutuhan pangan.Ketiga, pencukupan kebutuhan sandang.Keempat, rehabilitasi berbagai sarana dan prasarana ekonomi. Kelima, peningkatan ekspor dengan mengembalikan sepenuhnya pada eksportir. Selain itu, juga digulirkan kebijakan jitu lainnya saat itu yakni deregulasi dan debirokratisasi. Kemudian, pemerintah juga membuka kran penanaman modal asing, secara bertahap. Kebijakan-kebijakan itu sangat berhasil menjinakkan liarnya laju inflasi. Turun drastis dari kisaran angka 650 persen (tahun 1966) menjadi 100 persen (1967),dan 50 persen (1968). Bahkan sudah terkendali di angka 13 persen (1969). Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja, pemerintahan Pak Harto mengundang penanaman modal asing. Pemerintahan Pak Harto memusatkan diri pada pembangunan ekonomi, tanpa mengabaikan bidang-bidang lain, misalnya politik dan sosial. Selama 32 tahun memerintah, Pak Harto secara teratur dan konsisten melaksanakan Pelita demi Pelita. Pertumbuhan ekonomi bergerak dengan cepat rata-rata 6,8 persen per tahun.
                Di republik ini, Pak Harto mengukir karya besar pembangunan, dibanding para pemimpin lainnya, mulai dari Presiden Soekarno, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhono saat ini.Pak Harto berhasil menurunkan secara tajam jumlahpenduduk miskin. Dari 70 juta jiwa atau 60 persen darijumlah penduduk di era 1970-an menjadi 26 juta atau hanya 14 persen, pada tahun 1990-an. Pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 persen setahun, bahkan 8,1 persen tahun 1995. Sektor industri tumbuh rata-rata 12 persen setahun, peranan industri dalam produksi nasional naik tajam dari 9,2 persen tahun 1969 menjadi 21,3 persen tahun 1991. Dan pendapatan perkapita meningkat tajam dari hanya 70 menjadi 800 dolar ASper tahun. Program Kependudukan dan KB, berhasil gemilang sehingga Pak Harto memperoleh Penghargaan Tertinggi PBB di Bidang Kependudukan atau UN Population Award.
Penghargaan ini disampaikan langsung oleh Sekjen PBB Javier de Cuellar di markas besar PBB di New York, 1989. Terlalu banyak jika disebut satu-persatu. Selama kepemimpinannya tiada hari tanpa pembangunan. Sementara belakangan ini, jangankan membangun menyebut kata pembangunan saja sangat jarang. Presiden sesudah Pak Harto beserta para elit politiknya terjebak dalam euforia reformasi. Para elit sibuk memperjuangkan kepentingan sendiri dan kelompoknya. Stabilitas nasional sangat rendah, tindakan anarkis dan main hakim sendiri merajalela. Sampai tujuh tahun, krisis ekonomi merambah jadi krisis multidimensional, belum teratasi. Bahkan belakangan, angka kemiskinan makin tinggi. Tak heran, bila keadaan ini membawa ingatan masyarakat, terutama masyarakat bawah di kota dan pedesaan, kepada sosok Pak Harto. Bagi mereka, Pak Harto adalah Bapak Pembangunan Indonesia. Sebagai manusia, apalagi sebagai pemimpin yang banyak berbuat, pastilah beliau tidak sempurna dan punya kekurangan dan kelemahan. Tetapi sebagai bangsa besar, sepatutnya bangsa ini menghormati para pejuang dan pemimpin yang mengabdikan diri kepada bangsa dan negaranya.


Referensi :
Majalah Tokoh Indonesia edisi khusus volume 24
http://id.scribd.com/doc/27152267/Tokoh-Indonesia
diakses pada 26 November 2012

Soeharto

http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto
siakses pada26 November 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar