Black hole theory atau teori
lubang hitam menjelaskan tentang masalah transportasi seperti kemacetan di
suatu wilayah. Dalam proses mengatasi kemacetan di suatu wilayah, misal di
bangun penambahan jalur jalan, pembangunan jalan tol, jalan layang, perbaikan
jaringan jalan, menciptakan system lalu lintas yang efisien, dan lain-lain.
Namun upaya untuk mengurangi kemacetan tetap tidak berhasil. Artinya kemacetan
tetap muncul sekalipun sudah dicari berbagai solusi yang dikira tepat untuk
bisa mengurai adanya kemacetan. Munculnya kembali kemacetan tersebut adalah
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain karena pengaruh intensitas
aktivitas di kota tersebut, kepadatan kota tersebut, kepadatan kendaraan yang
tinggi di kota tersebut, kualitas jalan yang buruk, dan lain sebagainya yang
menyebabkan kemacetan sulit untuk diatasi.
Kota Jakarta sebagai kota
metropolitan memiliki beragam masalah mengenai transportasi, antara lain adalah
kemacetan lalu lintas, pelayanan dan
kondisi angkutan umum yang masih belum memenuhi harapan masyarakat, masalah
tarif angkutan umum yang seringkali kontradiktif, tingkat pelanggaran dan
kecelakaan lalu lintas yang relatif masih tinggi, perilaku sebagian besar
pengguna jalan yang belum tertib/tidak disiplin, masalah parkir kendaraan yang
belum memadai dan tidak tertib, penyalahgunaan badan jalan untuk parkir dan
pedagang kaki lima, masalah aksesibilitas bagi penyandang cacat pada sarana
prasarana transportasi, serta masalah transportasi lainnya. Berbagai masalah
tersebut saling berkorelasi sehingga menyebabkan masalah transportasi DKI
Jakarta menjadi semakin kompleks.
Dari
berbagai masalah transportasi tersebut, yang paling dirasakan saat ini adalah masalah
kemacetan lalu lintas. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta (dan Pemerintah Pusat) dalam pengendalian kemacetan lalu lintas,
seperti antara lain: pemberlakuan jalur three in one pada jam-jam tertentu di
ruas jalan tertentu, pembangunan simpang susun (fly over) dan under pass di
persimpangan jalan, penyelenggaraan angkutan massal dengan sistem jalur khusus
bus (bus way), penyesuaian jam masuk kerja dan jam masuk sekolah, dan
peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana lalu lintas. Namun berbagai
upaya yang telah dilakukan tersebut belum mampu mengendalikan kemacetan lalu
lintas Kota Jakarta, bahkan yang terjadi sebaliknya tingkat kemacetan lalu
lintas tampaknya semakin parah. Banyak
faktor penyebab timbulnya kemacetan lalu lintas di Kota Jakarta. Namun secara
eksplisit terlihat bahwa penyebab utama kemacetan lalu lintas adalah jumlah
kendaraan bermotor terutama kendaraan bermotor pribadi yang semakin banyak dan
mobilitasnya (penggunaannya) yang semakin tinggi dari segi ruang dan waktu.
Dari berbagai masalah
tersebut, sekalipun telah dilakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi
terjadinya kemacetan, tetap saja kemacetan masih terlihat jelas di Jakarta.
Munculnya kemacetan itu sekalipun telah dicari jalan keluarnya adalah karena
berbagai faktor ibukota Jakarta, antara lain :
1.
Kebijakan Tata Ruang Provinsi DKI
Jakarta,
Ditinjau dari karakteristik fungsi kota, telah terjadi pergeseran
(pembauran) fungsi Kota Jakarta dari fungsi sebagai Ibukota Negara (Capital
City) menjadi sebuah Kota Jasa (Service City) dengan fungsi yang
jamak (multi function city) berbaur antara kegiatan (penggunaan lahan)
politik, sosial, budaya, ekonomi (perdagangan dan jasa) yang terus meningkat.
Peluang kerja senantiasa terbuka sehingga pendatang terus bertambah. Pengguna
jalan semakin padat dan mobilitasnya semakin tinggi secara ruang dan waktu
2.
Kondisi
Angkutan Umum,
Dapat diidentifikasi sekurang-kurangnya
harapan masyarakat terhadap angkutan umum adalah: aman (safety and secure),
nyaman (a.l.: bersih, tidak pengap, tidak berdesakan), tarif terjangkau (tarif
yang pantas), tepat waktu (on schedule), bahkan door to door (sedikit mungkin
pergantian moda angkutan). Perilaku masyarakat terhadap aktivitas perjalanan
digambarkan oleh John Black
a traveller will patronise the transport mode (or combination
of modes) and route which takes the shortest travel time or costs the least
from origin to destination. Secara faktual kondisi
angkutan umum di Jakarta masih belum memenuhi harapan masyarakat tersebut.
3.
Karakter Sosial Budaya Masyarakat,
Masalah transportasi perkotaan dalam
hal ini kemacetan lalulintas menjadi lebih kompleks karena tidak hanya disebabkan
faktor-faktor sebagaimana diungkapkan di atas, namun juga saling mempengaruhi
dengan faktor sosial budaya dan/atau perilaku masyarakat kota. Dengan kondisi
sarana angkutan umum yang belum memadai, mendorong masyarakat lebih memilih
menggunakan kendaraan pribadi. Sementara dari sisi sosial budaya, keinginan
seseorang untuk memiliki kendaraan pribadi sedikit banyak dipengaruhi adanya
pandangan bahwa memiliki kendaraan bermotor mencerminkan status sosial di
masyarakat. Memiliki mobil pribadi menjadi tolok ukur kesuksesan dalam bekerja,
terutama bagi para perantau.
4. Penerapan
Insentif dan Disinsentif Lalu Lintas (Masalah Penegakan Hukum),
Selama ini penyelenggaraan
transportasi DKI Jakarta kurang menerapkan prinsip insentif dan disinsentif.
Kalaupun prinsip ini telah ada dalam praktiknya tidak berjalan secara efektif
(dan tidak konsisten).
Contoh pemberian insentif bagi
masyarakat pengguna sarana angkutan umum bus Trans Jakarta dengan adanya jalur
khusus bus (bus way). Namun pada saat peak hours terjadi antrian penumpang yang
panjang, kondisi beberapa prasarana tidak terawat dan rusak, bahkan tingkat
pelanggaran tehadap jalur khusus bus (bus way) tetap tinggi.
Kota
Yogyakarta juga memiliki masalah kemacetan. Yogyakarta,
merupakan salah satu kota yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami hal yang
sama, kemacetan sudah menjadi hal yang biasa dijumpai di Yogyakarta. Hampir di
ruas-ruas jalan utama kemacetan terjadi setiap saat mulai dari pagi hingga
malam hari. Dan diperkirakan dalam waktu 15 tahun ke depan akan terjadi
kemacetan parah apabila tidak segera ditangani dengan sungguh-sungguh. Banyak
yang berusaha dilakukan untuk mengatasi kemacetan di kota Yogyakarta, antara
lain seperti pemerintah yang menyediakan taman parkir Ngabean, terminal Jombor,
dan sekitar Halte Trans Jogja Prambanan, akan tetapi penggunaannya belum
dilakukan secara optimal sehingga perlu ditingkatkan lagi. Cara lainnya adalah
dengan melakukan pelebaran jalan dan pengembalian fungsi jalan. Namun, usaha
tersebut dirasa masih tidak seimbang dengan peningkatan jumlah kendaraan
bermotor, terutama sepeda motor. Kemacetan terjadi karena banyak hal, salah
satunya tidak disiplinnya para pengguna jalan. Ketidakdisiplinan ini sering
merugikan pengguna jalan lainnya, karena biasanya mereka tidak bisa melaju lagi
dan harus sering mengalah. Usaha yang
bisa dilakukan untuk bisa seddikit mengurai kemacetan adalah dengan melakukan perbaikan
angkutan umum dapat menjadi salah satu cara guna mengatasi kemacetan yang
terjadi. Perbaikan tentunya tidak hanya pada angkutan umum perkotaan, namun
angkutan umum dalam provinsi juga harus diperbaiki dengan standar pelayanan
minimal tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar